Yuni (bukan nama sebenarnya), 15, kaget ketika mengetahui dirinya berbadan dua pada Juni 2021. Perasaannya makin kalut ketika lelaki yang menghamilinya kabur meninggalkannya. Perasaan bingung, kalut, dan khawatir bercampur jadi satu.
Di tengah kebingungannya, dia mendapat informasi tentang Griya Welas Asih, safe house atau tempat tinggal sementara bagi perempuan yang hamil di luar nikah. Yuni kemudian datang ke rumah yang didirikan sejak 2018 itu.
”Awalnya saya kalut dan khawatir ketika mengetahui saya hamil. Ditambah lagi ditinggalkan laki-laki yang harusnya bertanggung jawab. Saya frustasi dan bertanya kenapa terjadi pada saya,” tutur Yuni kepada JawaPos.com melalui Rosalia Amaya, pemilik griya.
Pikiran untuk mengakhiri kandungan atau aborsi sempat muncul di tengah kekalutannya itu. Yuni pernah mencari cara. Beruntung, dia bertemu dengan Tiara (bukan nama sebenarnya) yang merekomendasikan Griya Welas Asih. Awalnya dia kaget karena diterima dengan tangan terbuka dengan kasih sayang.
”Di Griya, saya merasa lebih tenang, nyaman, dan seperti disembuhkan secara perlahan jiwa dan hati saya. Pikiran untuk aborsi menghilang,” terang Yuni.
Salah satu faktor yang mendorong Yuni memutuskan untuk meneruskan kehamilan dan merawat bayinya adalah karena Griya Welas Asih membuka matanya. Dia merasa hidup belum berakhir. Semangat masih harus dijaga.
”Saya diberi semangat. Masih banyak yang bisa saya lakukan. Terlebih bila menjaga anak saya nantinya,” tutur Yuni.
Rumah yang berada di Seteran Tengah, Semarang, itu, tidak hanya ditinggali Yuni. Ada beberapa perempuan yang bernasib sama. Selama tinggal di griya sejak Juni hingga November, Yuni merasa diperhatikan.
”Kami diperhatikan dari segi kebutuhan konsumsi, makanan, minuman, kesehatan, kontrol ke dokter atau bidan. Kadang untuk mengisi waktu luang ada semacam pelatihan untuk harapan supaya kami setelah dari Griya punya skill yang bermanfaat. Seperti membuat kue, menjahit, membuat daster, baju, masker, make up, gitu,” ujar Yuni.
Dia berterima kasih pada seluruh tim di Griya Welas Asih. Utamanya Rosa. Dia bahkan menyebut Rosa seperti Wonder Woman.
”Mama Rosa selalu sigap siaga dan tak kenal lelah. Juga memperhatikan kami dari berbagai aspek. Seperti mengirimkan belanja, mengantar periksa ke dokter,” papar Yuni.
Usai melahirkan, Yuni memutuskan untuk pergi ke desa asal orang tuanya. ”Saya mau rawat anak,” kata Yuni.
Sementara itu, Rosa mengatakan, Griya Welas Asih adalah suatu pelayanan kasih untuk membantu perempuan yang hamil di luar nikah tanpa melihat suku, ras, dan agama.
”Rumah ini ada untuk mereka yang terpuruk hidupnya karena hamil tidak mendapat tanggung jawab,” ujar Rosa yang mendirikan griya bersama Ruth Yoanita.
Griya yang sudah melayani 25 perempuan itu didirikan usai Rosa kehilangan salah satu saudara karena hamil dan memutuskan untuk menggugurkan kandungan. ”Saya pernah kehilangan saudara karena menggugurkan kandungan,” tutur Rosa.
Akhirnya, pada 2018, Griya Welas Asih didirikan. Rosa mengatakan prihatin dengan pergaulan bebas anak muda. ”Saya prihatin anak-anak muda yang bergaul dengan bebas. Saya hanya menginginkan generasi yang akan datang jauh lebih baik,” ujar Rosa.
Beberapa kendala yang dihadapi Rosa dan tim adalah banyak perempuan yang hamil pada usia sangat muda. Rata-rata, usia perempuan yang tinggal di Griya Welas Asih kisaran 14–25 tahun. Rata-rata di bawah 20 tahun. Kemudian, ketika datang ke Griya, mereka belum pernah memeriksakan kandungan.
Rosa mengaku kesulitan bila perempuan yang datang ingin menggugurkan kandungan. ”Ada yang pada awal kehamilan ingin menggugurkan kandungan dengan berbagai macam cara,” terang Rosa.
Griya Welas Asih terbuka untuk siapapun yang mau donasi dan belum mendapat Bantuan dari pemerintah.
Rosa berkomitmen untuk menjaga privasi, keamanan, dan kenyamanan seluruh perempuan yang tinggal di Griya Welas Asih. ”Kami berkomitmen sepenuhnya untuk melindungi privasi seluruh perempuan yang tinggal di sini,” ucap Rosa.